Senin, 02 Juni 2008

SIAPA BILANG ORANG GORONTALO NGGAK PUNYA MINAT BACA?

Sehari setelah artikel saya yang berjudul “Keajaiban Pengembangan Diri” dimuat GP pada tanggal 5 dan 6 maret 2008 sebuah sms masuk ke HP saya. Bunyi sms tersebut seperti ini : ”Persepsi yang dikemukanan di GP sangat memandu para aktivis, tenaga pengajar & umat ke arah pencerahan pikiran serta gairah untuk membaca. Saran tolong dibuat tulisan tentang strategi menumbuhkan kemauan membaca, yang dikemukakan tadi merupakan salah satu strategi, tapi trik-trik yang lain belum dikemukakan” (085240579xxx). Saya ucapkan terima kasih untuk smsnya, karena sms inilah yang akhirnya menjadi inspirasi dan pendorong bagi saya untuk dapat menuliskan artikel ini.
Jika pada artikel saya sebelumnya kita telah membahas tentang potensi membaca bagi pengembangan diri. Selanjutnya kita akan membahas bagaimana teknik menumbuhkan kemauan mambaca dan manfaat membaca secara luas. Namun sebelum kita membahas hal tersebut, ijinkan saya menceritakan sebuah kisah menarik untuk Anda.
Pada akhir tahun 2005 selesai menyelesaikan studi di Yogyakarta, saya memutuskan untuk kembali ke Gorontalo. Setelah bertemu dengan gadis impian, saya menikah dan mulai membangun sebuah rumah tangga. Menariknya adalah, ternyata saya dan istri memiliki hobby yang sama, yaitu membaca. Yang membedakan mungkin dari jenis bacaanya. Saya menyenangi buku-buku yang banyak berkaitan dengan profesi saya sebagai trainer dan entrepreneur. Istri saya menyenangi novel dan buku-buku agama. Ketika semua buku kami yang lebih dari 600 judul itu kami kumpulkan. Tidak semua buku dapat kami pajang di rak buku. Sebagian kami masukkan dalam lemari, sebagian lagi masih berada di dalam dus karton yang kami letakkan di atas lemari.
Meski telah menikah, gairah kami untuk membaca tidak pernah surut. Rasa haus akan informasi baru senantiasa mengusik jiwa-jiwa kami. Permasalahan timbul ketika ternyata sebagai sebuah rumah tangga baru kami tidak memiliki lagi alokasi dana untuk membeli buku. Semua uang yang kami miliki hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari. Uang yang kami tabung sedikit demi sedikit telah kami depositokan untuk persiapan kelahiran si buah hati nanti.
Akhirnya, timbul ide dari kami untuk menyewakan koleksi-koleksi buku yang kami miliki. Dengan harapan, hasil dari sewa buku tersebut dapat kami belikan buku untuk dibaca, dan selesai dibaca dapat kami sewakan lagi. Masalah lainnya timbul, kami tidak memiliki modal untuk menyewa tempat dan membuat rak untuk pajangan. Akhirnya setelah diskusi yang cukup alot, kami memutuskan mencairkan deposito serta meminjam uang dari keluarga sebagai modal untuk usaha penyewaan buku.
Kami menyewa sebuah kios kecil yang berada di pintu barat kampus UNG. Setelah melakukan promosi mulut ke mulut akhirnya pada tanggal 27 Februari 2006 SUCCESS BOOK RENTAL di buka. Hal yang jauh diluar dugaan kami, respon mahasiswa dan masyarakat dengan dibukanya penyewaan buku ini sangat luar biasa. Bahkan sebagian dari para pelanggan memaksa untuk membeli koleksi kami meski dengan harga tinggi. Sejujurnya kami tergiur dengan harga yang ditawarkan , namun saya dan istri telah sepakat untuk tidak menjual koleksi-koleksi buku kami.
Setiap buku memiliki nilai historis yang sangat berarti bagi kami. Untuk dapat membeli buku-buku tersebut sering kali saya harus puasa senin kamis dan mengurangi uang jajan yang dikirimkan orang tua semasa kuliah. Sebagian lagi saya beli dari hasil kerja part time saya sebagai penjaga warnet, jualan donut dari kost ke kost, hingga jualan pakaian dan parfum di pelataran masjid kampus UGM.
Kewalahan menjawab paksaan para pelanggan yang sangat antusias untuk memiliki koleksi buku kami, akhirnya saya dan istri sepakat untuk sekalian membuka toko buku. Ide tersebut setelah kami ceritakan kepada teman-teman dan keluarga dekat, sebagian besar memberikan respon yang negatif. Alasan yang diberikan hampir sama, yaitu , Membuka toko buku di Gorontalo adalah sebuah keputusan bisnis yang salah. Masyarakat Gorontalo memiliki budaya baca yang sangat rendah. Lebih prospek jika membuka bisnis makanan atau pakaian modis.
Kami sempat shock dengan respon negative dari orang-orang tersebut dan sempat berniat untuk membatalkan maksud membuka toko buku. Namun setelah konsultasi dengan beberapa mentor bisnis saya yang ada di Yogya, Bandung dan Jakarta. Akhirnya saya putuskan untuk tetap membuka toko buku. Sekaligus saya tertantang untuk membuktikan apakah persepsi bahwa minat baca masyarakat Gorontalo yang rendah dikarenakan faktor budaya baca yang rendah, atau ada hal lainnya.
Dengan modal seadanya akhirnya SUCCESS BOOK STORE kami buka ditempat yang sama dengan penyewaan buku. Sehingga nama lengkapnya menjadi SUCCESS BOOK STORE & RENTAL. Berbagai strategi marketing pun kami gunakan untuk dapat mengundang pembeli ke toko kami. Mulai dari menyediakan buku-buku yang terbaru, pelayanan yang ramah, suasana yang nyaman, hingga gratis sampul plastik untuk setiap pembelian buku. Inovasi lainnya adalah kami menyatukan semua pelanggan dalam bentuk komunitas pembelajar yang bernama SUCCESS BOOK COMMUNITY, untuk mewadahi aktivitas maupun kegiatan dari komunitas pembelajar ini kamipun membangun cafe baca yang sekaligus dapat digunakan sebagai persinggahan bagi para mahasiswa baik sebelum maupun sepulangnya dari kampus. Di cafe ini mereka dapat membaca gratis buku koleksi rental maupun koran-koran harian setempat. Setiap bulannya juga kami adakan seminar, workshop, dan bedah buku dengan tema yang bermacam-macam. Di sesuaikan dengan isu atau trend apa yang sedang hangat.
Dari pengalaman membangun tempat penyewaan buku, toko buku, cafe baca, hingga membentuk komunitas pembelajar. Saya dapat menyimpulkan bahwa kurangnya minat baca masyarakat gorontalo bukanlah disebabkan oleh faktor budaya seperti yang sering disebut-sebut orang. Bagi saya masyarakat Gorontalo adalah masyarakat yang terbuka dan siap berubah mengikuti kemajuan zaman. Yang mungkin menjadi kendala selama ini adalah karena kurangnya fasilitas yang memadai. Misalnya perpustakaan yang lengkap, akses internet, maupun toko buku yang lengkap sehingga dapat mengakomodir kebutuhan semua elemen masyarakat.
Sebelum SUCCESS BOOK dibuka, telah ada beberapa toko buku di Gorontalo. Hanya saja, jenis buku yang dijual masih sangat terbatas dan tergolong tidak up to date. Buku-buku yang umumnya dijual adalah buku-buku pegangan sekolah (SD/SMP/SMA) maupun buku buku Agama. Ada juga beberapa tempat yang ikut menjual buku namun hanya sebagai sampingan dari bisnis utamanya seperti fotocopy, rental pengetikan, maupun butik. Cara seperti ini menjadikan bisnis buku terkesan kurang prospek.
Sederhananya, saya senang mengilustrasikan bahwa ketika kita membicarakan tentang minat baca, maka itu sama dengan kita membahas minat kita terhadap makanan. Satu contoh dikalangan masyarakat Gorontalo sebagian besar sepakat bahwa ayam bakar iloni adalah masakan yang enak. Tapi apakah semua orang Gorontalo senang makan ayam bakar iloni?, sudah pasti tidak!, kenapa ?, Mungkin dibandingkan ayam bakar iloni, ada yang lebih menyukai nasi goreng atau aneka olahan mie.
Demikian halnya dengan membaca buku. Seseorang cenderung akan menikmati jenis buku yang sesuai dengan minat dan seleranya. Apakah itu jenis buku filsafat, sastra, psikologi umum, bahan kuliah, buku agama, atau yang lainnya. Sebagai contoh, bagi yang senang baca novel maka dia akan menyenangi membaca novel. Akan sangat berat jika orang tersebut kita minta untuk membaca buku filsafat.
Pekerjaan membaca bisa kita bagi menjadi dua, yaitu sebagai aktivitas hobby atau sebagai sebuah keharusan. Membaca buku yang kita minati merupakan bagaian dari hobby sedangkan membaca buku yang merupakan bagian dari tugas maupun tanggung jawab kita maka itu termasuk membaca sebagai sebuah keharusan. Ketika Anda penggemar berat novel islami karya Habiburrahman El Shiraz, tanpa terasa Anda dapat menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk menyelesaikan novel tersebut. Lain halnya ketika disaat yang sama anda mendapat tugas dari sekolah atau kampus untuk membaca satu bab sebagai bahan pelajaran besok. Meski hanya terdiri dari beberapa halaman umumnya akan terasa berat untuk dijalani.
Jika demikian, bagaimana caranya menumbuhkan minat baca? Menumbuhkan minat baca alangkah baiknya dimulai ketika seseorang masih dalam masa kanak-kanak. Ketika minat ini tumbuh sejak kecil, lama kelamaan minat ini akan berubah menjadi Hobby bahkan menjadi sebuah gaya hidup.
Sesungguhnya anak belajar dari apa yang dilakukan orang tua. Agar anak senang membaca, orang tua haruslah dapat memberikan contoh. Ketika orang tua mampu menjadi contoh bagi sang anak, maka setiap kebiasaan positif orang tua akan ikut pada anak. Hal yang sangat menyedihkan ketika orang tua senantiasa memarahi dan memaksa anak untuk membaca, sementara orang tuanya sendiri sangat jarang terlihat oleh anak membaca, seringnya nonton sinetron atau duduk santai tanpa melakukan aktivitas apa-apa. Buah mangga tidak jatuh jauh dari pohonnya.
Langkah pertama dalam menumbuhkan minat baca pada anak adalah dengan memberikan contoh kepada anak tantang kebiasaan membaca. Misalnya setiap kali anak menjelang tidur, orang tua perlu membacakan cerita pengantar tidur. Selain mengembangkan kedekatan hubungan antara orang tua dan anak, manfaat-manfaat lainnya yang dapat diperoleh anak adalah tertanamnya nilai-nilai hidup pada anak, bertambahnya perbendaharaan kata, meningkatnya kemampuan imajinasi, serta berkembangnya kecerdasan linguistic sebagai salah satu kecerdasan dalam teori multiple intelegence yang dikemukakan oleh Dr. Howard Gardner.
Langkah kedua adalah mendekatkan anak pada buku. Biasakanlah anak anda membaca buku cerita yang disukainya secara konsisten selama 21 hari. Diusahakan bukunya yang tipis dan penuh dengan gambar berwarna. Bila anak dapat membaca secara konsisten selama 21 hari maka kebiasaan membaca akan timbul. Cara lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan senantiasa mengajak anak ke toko buku. Biarkanlah dia melihat sepuasnya apa yang ada ditoko buku hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengambil satu untuk dibacanya.
Strategi diatas terlihat sangat sederhana, namun saya yakin akan sulit diaplikasikan khususnya bagi Anda selaku orang tua. Jika kita amati, rata-rata orang dewasa saat ini mengalami penurunan semangat belajar hingga lebih dari Sembilan puluh lima persen. Delapan puluh persen orang dewasa mulai berhenti membaca buku ketika selesai studi. Berbagai alasan sering dikemukakan, mulai dari kesibukan kerja, susah membaca karena mata mulai rabun, hingga alasan bahwa apa gunanya belajar lagi, toh kita sudah memiliki pekerjaan, punya kehidupan yang layak, keluarga yang bahagia, dan sebagainya. Jika demikian, bisa dipastikan orang tua saat ini akan mengalami kesulitan dalam menjadi contoh sebagai pribadi pembelajar pada anaknya.
Saran saya adalah sudinya orang tua tidaklah hanya menuntut anak untuk gemar membaca, tetapi juga berusaha terus mengembangkan mental pembelajar seumur hidup (Longlife Learning mentality) sehingga dapat menjadi teladan bagi sang Anak.
Selanjutnya bagaimana dengan orang dewasa yang ingin menumbuhkan dan mengembangkan minat baca, Apakah masih mungkin? Selama ada kemauan disitu ada jalan. Cara menumbuhkan minat bacanya kurang lebih sama dengan strategi di atas. Yang terpenting adalah mulai membiasakan untuk membaca. Mulailah dari bacaan yang ringan dan disukai. Dapat berupa koran, majalah, ataupun artikel-artikel pendek. Setelah mulai enjoy dengan kegiatan membaca barulah dikembangkan ke jenis buku lainnya.
Sebuah langkah yang tepat bagi Gorontalo sebagai provinsi berkembang untuk menjadikan program menanamkan budaya membaca sebagai salah satu cara dalam pengembangan SDM yang unggul. Dengan membaca, seseorang akan bertambah wawasan dan pengetahuannya. Dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan inilah seseorang baru dapat mengembangkan dirinya. Setelah dirinya berkembang, dia dapat mengembangkan keluarga dan teman-temannya, kemudian organisasi, daerah, hingga negaranya.
Upaya menanamkan budaya membaca seharusnya bukanlah hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah semata, khususnya dinas pendidikan. Tanggung jawab ini haruslah dipikul oleh setiap individu, paling tidak untuk keperluan dirinya sendiri. Sering sekali saya melihat mahasiswa yang dengan bangga mengaku dirinya aktivis, namun ketika berorasi dan berdiskusi materi yang disampaikan sangatlah dangkal. Orang tua yang cara mendidik dan memperlakukan anak masih sama seperti cara yang dilakukan oleh kakek nenek buyutnya, sementara tantangan hidup sang anak saat ini jauh berbeda dengan masa orang tuanya dibesarkan. Pribadi yang berprofesi sebagai guru dan dosen yang materi serta cara mengajarnya masih tetap sama sejak menerima SK pengangkatannya berpuluh-puluh tahun yang lalu, sementara ilmu dan metode pengajaran telah berkembang dengan sangat pesatnya. Pelaku bisnis yang tetap menjalankan bisnisnya dengan cara-cara yang tidak bermoral ditengah perilaku konsumen yang semakin cerdas. Pemimpin yang kehabisan ide untuk mengembangkan organisasi yang dipimpinnya ditengah iklim persaingan yang semakin tinggi. Sementara kita ketahui bersama bahwa leader is reader.
Sebuah slogan yang sering saya sampaikan kepada teman-teman di SUCCESS BOOK COMMUNITY adalah “You are what you think, you think what you read, so… you are what you read. without read you are is nothing!” SALAM SUKSES. (Line Discuss : 0435-8732025)

Tidak ada komentar: